Harapan
Bidadari Kecil
Chapter I
“ Maaf
ya bang keliatannya hubungan kita ngak bisa dilanjutin lagi, aku disuruh
oom fokus untuk kuliah dulu lagian dalam Islam ngak ada pacaran. “
Membaca SMS tersebut membuat hari ku
kacau balau, planning kerjaan yang telah aku siapkan tadi malam jadi
berantakan. Maklum aku telah membuat mimpi yang indah untuk hubungan ku
dengannya tapi keliatannya aku harus belajar kembali rasa Ikhlas dan Sabar.
Allah cemburu melihat ku lebih cinta mahluk dari pada-NYA. Akhirnya kembali
lagi kepada petuah bijak
“ kita hanya bisa berencana dan
berusaha tapi keputusan ada ditangan-NYA “
Kejadian tiga hari lalu itu masih saja
melintas dikepala ku, aku pun mencari-cari semua jawaban dari pertanyaan ku
yang ada didalam hati. Hingga akhirnya aku tersadarkan oleh penjelasan seorang
teman yang menjaga kantin sekolah, jawaban dari semua pertanyaan hati ku
terjawab dengan tegas sesuai dengan Hukum Islam. Maklum teman ku yang satu ini
ilmu agamanya cukup dalam berbeda dengan ku sebagai orang jalanan.
Perlahan-lahan aku coba menerima semua
dengan Ikhlas dan Sabar. Hubungan ku dengan pacar ku pun berakhir tapi
Silahtuhrohim kami tetap berjalan walau hanya lewat SMS atau telfon, walaupun
terkadang didalam hati ini ingin sekali ngobrol dengannya. Tapi sekarang aku
fokus dengan kerjaan ku dan dia fokus dengan kuliahnya. Sesekali aku berkunjung
kepanti asuhan tempat kami yang sering dulu datangi hanya ingin mengenang masa
lalu. Sudah hampir 3 bulan aku tidak berkunjung kesini semenjak aku putus
dengan Sifa, dipanti asuhan ini kami ketawa dan bercandaan bareng dengan anak
panti karena seringnya kami berkunjung anak-anak panti hapal jadwal coklat
batangan yang kami bawa. Dan seperti biasanya aku datang kepanti membawa coklat
tetapi dengan seorang diri…
“ kakak ko’ datang sendiri, embak
Sifanya mana? “ Tanya Dita salah satu penghuni panti
“ ooo…Embak Sifanya lagi kuliah
makanya kakak karang datang sendirian ” sambut Dita dengan lari kecilnya yang
sudah hafal sekali dengan suara motor ku
“ tapi ka’ karang dan Embak Sifa
baik-baik aja kan? Ngak lagi marahankan? “ celetuk Dita
“……”
Mendengar celetukan Dita membuat
sebuah lubang dijantung ku yang mulai rapat karena luka hubungan ini terkuak
kembali.
“ Alhamdulillah kakak Karang dan Embak
Dita sudah putus…sekarang kakak Karang dan Embak Dita jalan sendiri-sendiri
tapi kalo Silahturohim tetap berjalan “
“ ah rumit…Dita ngak ngerti “
“ Dita temen-temen yang lainnya pada
kemana nie? Ko’ cuman ada Dita aja “
“ yang lain pada jalan-jalan kepantai
sama Ibu Desi ma Pak Budi…Dita ngak ikut soalnya lagi sakit panas ka’, kata temen-temen yang lain
kalo Dita ikut entar malah bikin repot disana “
“ terus dipanti Dita sama sapa? “
“ tuh dikantor ada Bu’ Meri aja “
“ ya udah sekarang Dita masuk kamar
lagi aja, kakak mau ketemu dulu dengan Bu’ Meri “
“ tapi Dita digendong dibelakang yaaaa
“
“ ok bos “ coklat batangan pun
akhirnya aku masukan kedalam tas yang sudah aku pindahkan kedada ku, sementar
Dita ada dipunggung belakang ku
“ Assalamualaikum “
“ Waalaikumsalam ”
“ ooo Mas Karang, Embak Sifanya mana
mas? Ko’ dateng sendirian biasanya berdua “
“ ka’ Karang , Dita masuk kamar dulu
yaaa “
“ ok bos “
“ ok bos melulu sie? ” dengan wajah
cemberut
“ terus kakak disuruh jawab apaan
dong? ”
“ ya apa gitu…apa siap tuan putri…apa
iya cantik…huuh payah “
“ iya deh kalo gitu…iya cantik entar kalo kakak sudah ngobrol dengan Bu’
Meri, Dita kakak ajak jalan-jalan deh “
“ beneran nie ka’ ? “
“ beneran cantik ”
“ asyik…iya deh kalo gitu Dita mau
siap-siap ganti baju dulu “ akhirnya Dita pun pergi dan aku melanjutkan obrolan
ku kembali dengan Bu’ Meri, dari obrolan ku dengan Bu’ Meri ku dapat informasi
kalo Dita mengalami penyakit kebocoran jantung. Dan dari situ pula aku berjanji
akan membuat Dita tetap tersenyum dan bahagia. *Ya Rabb kenapa Dita yang masih putih ingin Engkau
panggil untuk menghadap-Mu, kenapa Engkau tidak berikan sakit itu kepada ku
saja agar hati ini tidak menghitam karena dendam. Ya Rabb Engkau tahu apa yang
terbaik bagi hamba-Mu.
Sesuai waktu yang ku janjikan kepada
Dita, aku menunggunya dihalaman parkir. Dita tampak anggun mengenakan busana
muslim plus jilbab putih. Terlihat cerah sekali wajahnya, tetapi kenapa hati ku sedih seakan merasa
kehilangan. *pertanda apa
ini Ya Rabb, ku memohon kepada-MU dengan segala kerendahan diri untuk Engkau
tenangkan hati ku…Amien Ya Robbal Alamin.
Ku pacu sepedah motor ketaman kota
biasa tempat aku, Sifa dan Dita menghabiskan waktu sore kami bertiga. Jujur aja
Dita sudah aku anggap sebagai adik ku sendiri. Entah kenapa hari ini aku ingin
sekali membuat senang Dita
“ ka’ Karang beliin Dita jagung bakar
sie? “
“ ok bos permintaan segera
dilaksanakan “
“ tuh kan ok bos lagi “
“ iya iya ka’ Karang lupa “
“ terus? “
“ terus apa cantik? “
“ nah gitu dong “
“ ya udah cantik tunggu disini aja
dulu, kakak beli jagung bakar dulu yaaa “
Seperti biasanya kalau aku beli jagung
bakar Dita bermain mainan yang ada ditaman kota, entah lari-lari, entah
memanjat tiang pipa yang melengkung atau bermain ayunan. Dari kejauhan aku
hanya memperhatikan setiap gerakannya sembari menunggu jagung bakar matang.
Dita melambaikan tangannya untuk mengajak ku menemani ia bermain. Ternyata
penafsiran ku salah tentang lambai tangan itu, Dita pun terjatuh ketanah
setelah melambaikan tangannya spontan aku berlari menuju kearahnya
“ kakak…dada kiri Dita sakit
banget…Dita ngak kuat ka’ “ mendengar perkataanya itu aku pun langsung
membopongnya dan membawanya kerumah sakit. Panik dan takut sekali aku melihat
keadaan Dita dengan muka pucat pasi dan nafas yang tersengal-sengal. Aku
langsung menelfon Bu’ Meri untuk memberitahukan keadaan Dita yang ada dirumah
sakit, setelah itu aku coba untuk menelfon Sifa tapi ternyata handphonenya
tidak aktif. Terus ku coba berkali-kali untuk menghubungi Sifa tapi tetap saja
hasilnya nihil. Ku lihat kecemasan yang teramat sangat diwajah Bu’ Meri,
semakin takut aku membayangkan keadaan Dita yang sekarang terbaring diruang
ICU.
Tak lama kemudian dokter yang
menangani keadaan Dita keluar
“ gimana dokter keadaan Dita? “
“ ibu yang sabar ya, kami pihak dokter
dan perawat rumah sakit telah berusaha dengan sekuat tenaga tetapi Tuhan
berkehendak lain “
“ jadi sekarang Dita sudah meninggal
Dokter? “
Dokter pun menganggukan kepala
pertanda Dita telah meninggal, sementara aku hanya terdiam membisu melihat
percakapan itu. * Ya Robbi
kenapa gadis kecil itu Engkau panggil untuk menghadap-MU, bukankah perjalanan
hidupnya masih teramat panjang. Engkau Maha Mengetahui yang terbaik untuk
hamba-Mu dan apalah daya kami untuk melawan semua takdir yang telah Engkau
tuliskan dilangit-MU.
Setiap hari selama seminggu aku selalu
menyempatkan diri untuk mampir sepulang dari kantor untuk berkunjung kepanti
asuhan itu hanya untuk mengenang masa indah bersama bidadari kecil yang selalu
Ikhlas dalam tersenyum dan bersabar dalam menjalani hari-harinya. Sementara
Sifa tak ada kabarnya semenjak meninggalnya Dita, semoga Sifa mengetahui kabar
berita ini. Ketika terjaga dari lamunan ku mengenang Dita, tiba-tiba datang Ayu
teman sekamar Dita yang usianya 3 tahun lebih tua untuk menyerahkan sebuah
surat dan kata Ayu dalam semua tulisan yang ada didalam surat ini Dita yang
menulisnya sendiri. Setelah menyerahkan surat itu Ayu pun pergi meninggalkan ku
dan aku pun bergegas menuju pulang kerumah.
Malam harinya setelah sholat isya’ ku
baca surat Dita yang sore tadi diserahkan Ayu
Untuk kakak Karang sama
Embak Sifa
Dita mau cerita ni sama
kakak Karang atau sama Embak Sifa. Tadi disekolah Dita disuruh sama Bu’ guru
untuk menulis cerita pendek tentang orang-orang yang Dita sayangin, terus Dita
tulis aja kalo Dita seneng banget diajak jalan-jalan sore setiap hari minggu sama kakak Karang dan embak Sifa. Ngak tau
yang Dita inget cuman itu pas disuruh
Bu’ guru nulis cerita. Dita seneng banget nulis cerita itu soalnya Dita selalu
inget dibeliin jagung bakar, es krim, terus jalan-jalan deh keliling kota
bareng kakak Karang ma embak Sifa. Terus Dita pejemin mata Dita bis nulis
cerita itu sebelum dikumpul sama Bu’ guru. Kakak Karang tau ngak kenapa Dita
mejemin mata? Dita minta sama Allah embak Sifa sama kakak Karang bisa nikah
terus entar Dita kan punya adek. Ka’ Karang udahan dulunya Dita mau maen petak
umpet sama temen-temen yang lain. Dita sayang Kakak Karang, Dita juga sayang
sama Embak Sifa.
Setelah membaca surat yang ditulis
oleh Dita hati ku terasa sakit sekali seakan-akan luka itu terbuka kembali.
Luka yang selama ini aku coba obati agar hati ini tidak menjadi hitam karena
dendam. Ya tapi inilah hidup…pahit, manis, asam, asin semuanya harus ku nikmati
dan menyikapi semuanya itu dengan bijak berharap bisa mengambil hikmah dan
pelajaran dari-NYA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar