Sabtu, 05 Januari 2013

Chapter II


Rasa Kehilangan yang kedua kalinya
Chapter II
Sebulan kemudian Sifa baru memberitahukan kabar keberadaan dirinya melalui telfon. Sifa bercerita kalau dia mendapat beasiswa untuk belajar di Kairo Mesir atau pilihan lain dia menikah dengan jodoh pilihan orang tua atas rekomendasi oomnya. Karena hubungan ku dengan Sifa yang diketahui oleh oomnya timbulah pilihan kedua, menurut oomnya dalam Islam tidak ada yang namanya pacaran yang ada Ta’aruf. Sebenarnya hubungan ku dengan Sifa berjalan dengan normal dan wajar-wajar saja tapi dimata oomnya hubungan ku itu salah besar. Ku coba menerima dengan Sabar dan Ikhlas keputusan itu. Lalu munculah sebuah pertanyaan dalam hati kecil ku yang selama ini aku simpan “ Siapakah yang mengatur jodoh seseorang? Allah Sang Maha Mengatur atau seorang hamba yang punya kuasa sementara didunia-NYA ini? “. Sifa meminta pendapat ku untuk memilih pilihan itu. Kalau dia mengambil beasiswa itu, selama ia belajar disana tak akan bisa bertemu ibu, bapak, teman-teman dan orang-orang disayanginnya. Sementara pilihan yang kedua ia menikah dengan orang yang ia tidak kenal emosi dan psikologinya, apakah suaminya nanti bisa menerima kekurangan dirinya. Tapi disisi lain ia tidak bisa menetang keputusan oom dan kedua orang tuanya. Sifa bercerita dengan menangis seakan keputusan itu diambil secara sepihak. Mendengar semuanya itu aku pun menjadi binggung tidak bisa memberi pendapat apapun, tadinya aku mau memberitahukan berita soal meningganya Dita tapi aku tahan karena ku pikir akan membuat ia tambah sedih.
“ serahkan semuanya kepada Allah Sang Maha Mengatur segalanya didunia ini “
“ iya bang, tapi oom itu mikirin perasaan aku ngak sie? “
“ sabar ya sayang “
“ abang dari kemarin aku tuh nangis terus mikirin masalah ini “
“ terus mau gimana lagi? Aku akan belajar Ikhlas dan menerima semua ini ”
“ enteng banget sie bang jawabannya, apa abang ngak sayang dan ngak cinta lagi sama Sifa “
“ bukannya aku ngak cinta dan ngak sayang lagi sama Sifa tapi aku kan pernah cerita kalau aku masih ada janji dengan mamah, seandainya janji itu telah terlaksana aku pasti langsung menikah dengan Sifa “
“ jadi abang akan terima dengan hati yang Ikhlas apapun yang akan terjadi didepan nantinya “
“ iya aku coba untuk belajar Ikhlas apapun yang terjadi, aku akan lakukan apapun konsekwensinya “
“ ya udah kalau begitu tapi abang jangan dendam ya? “
“ InsaAllah “
Jujur aku harus berkata seperti itu karena aku mau Sifa mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya walaupun terasa sakit dan perih sekali dalam hati ini. Ku yakin Sifa juga merasakan hal yang sama, walaupun telah berakhir hubungan ku dengannya tapi aku pernah berjanji akan menjaga semua rasa cinta dan rasa sayang ku untuknya sampai aku akan melamar dan menikahinya setelah aku melaksakan janji ku sama mamah.
Setelah mendengarkan semua cerita Sifa kemarin malam, komunikasi ku dengannya masih terus berlanjut dan aku berjanji akan membuatkan cincin pernikahan untuknya seandainya pilihan jatuh ia harus menikah dengan jodoh dari oomnya. Sifa pun senang mendengarnya dan pasti akan memakai cincin pemberianku ketika ia menikah dengan orang lain. Pikirnya aku sudah Ikhlas dengan apapun yang terjadi nantinya.
Waktu pun terus berjalan hingga aku mendapatkan tugas keluar kota dari kantor. Sementara Sifa sibuk dengan dunia kampusnya. Sehari sebelum aku pergi aku memberitahukan soal kepergian ku melalui telfon
“ sayang aku dapet tugas keluar kota dari kantor nie selama 2 minggu, doain aku ya semoga urusan ku lancar dan pulang dengan selamat “
“ iya abang, aku selalu mendoakan abang “
“ mau dibawain apa nie? ”
“ aku denger abang dengan selamat aja sudah seneng banget “
“ ya udah deh kalo gitu entar aku kasih surprise aja deh “
“ udah ngak usah bang “
Tak lupa sebelum berangkat bertugas aku minta doa dan restu dari mamah dan papah semoga urusan ku lancar dan diberi keselamatan. Keesokan harinya aku berangkat diantar oleh sibungsu kebandara. Selama dalam pesawat aku berfikir akan mencari sepasang cincin pernikahan untuk Sifa. Karena entah mengapa aku merasa kehilangan tetapi merasa senang. *pertanda apa lagi ini Ya Rabb, ku memohon kepada-MU dengan segala kerendahan diri untuk Engkau tenangkan hati ku…Amien Ya Robbal Alamin.
Setelah tiba dikota tempat ku bertugas aku telah dijemput dan disediakan sebuah kamar hotel untuk tempat ku menginap selama aku bertugas disana. Tak terasa seminggu sudah aku bertugas dan ketika akhir pekan aku keluar hotel dan mencari sebuah toko perhiasan untuk memesan sepasang cincin penikahan dan jika telah jadi aku minta kepada petugas toko tersebut untuk mengantarkan cincin pesanan ku tersebut kehotel tempat ku menginap. Selama bertugas disana aku selalu menelfon mamah untuk mengetahui keadaan rumah dan tak lupa juga aku menelfon Sifa sekedar ingin tahu sedang ia disana dan menjaga rasa cinta dan sayang ku kepadanya. Dua hari sebelum tugas ku berakhir sepasang cincin pesanan ku diantarkan langsung oleh pemilik toko perhiasan
“ maaf pak pesanan cincin yang bapak pesan telah jadi “
“ terima kasih pak sudah mau repot-repot mau mengantarkannya kesini, kan bapak punya anak buah buat mengantarkan cincin itu kesini “
“ sengaja saya mengantarkan cincin itu karena ada kejanggalan dengan cincin itu, sebenarnya design dan model cincin yang bapak pesan sederhana tapi mengapa saya merasa susah sekali untuk membuatnya…cincin ini bukan untuk bapak ya? “
“ iya pak sebenarnya cincin ini sengaja saya pesan untuk diberikan kepada seseorang yang istimewa untuk saya tapi saya ngak bisa bersamanya “
“ kenapa bisa begitu pak? “
“ ceritanya panjang pak dan saya ingin memberikan kejutan kepadanya melalui cincin ini “
“ ooo begitu, ya sudah pak mau saya temenin untuk melihat kota kecil ini dimalam hari tidak pak ? “
“ boleh, entah kapan lagi saya bisa datang ke kota ini lagi “
Akhirnya aku pun menyetujui ajakan pemilik toko perhiasan tersebut, tak lupa aku diajak berkunjung kerumahnya. Selama dalam perjalan keliling kota, kami saling bercerita tentang dunia dan pengalaman hidup kita masing-masing. Banyak sekali pemahan dan konsep tentang hidup yang aku pelajari dari pemilik toko perhiasan. Maklumlah dari segi umur saja telah terlihat, kami jalan berdua bagaikan anak dan bapak. Tapi ada satu buah pesan yang sangat bijak ku dengar darinya
“ hidup ini sudah susah mas Karang, jadi sebisa mungkin kita tidak menambah susah hidup kita dengan pola pikir dan emosi…serahkan saja semuanya kepada Sang Pemilik Kehidupan, jujur aja mas Karang saya tidak pernah membuat konsep dan planning untuk hidup saya semuanya mengalir begitu saja…mungkin Tuhan tidak mengabulkan keinginan dan cita-cita kita karena Menurut-Nya keinginan dan cita-cita belum tentu baik untuk kita…belajar bersabar dan menerima dengan Ikhlas serta lapang dada semua keputusan-Nya, sesungguhnya semua ada hikmah yang terkandung didalam setiap kejadian yang kita alami didunia ini, tinggal kita saja mau berfikir tidak dari semua yang telah kita alami selama ini “
Akhirnya tiba juga waktunya aku pulang kekota ku, tak lupa dibandara aku berpamitan kepada pemilik toko perhiasan melelui telfon karena dia tidak bisa datang kebandara. Aku cukup memakluminya karena toko perhiasan milikinya yang paling besar dikota tempat ku bertugas.
Setelah 4 jam terbang dengan pesawat akhirnya aku tiba dibandara tempat sibungsu mengantar ku 2 minggu yang lalu. Sengaja aku tidak memberitahukan kedatangan ku kepada keluarga karena aku ingin memberi kejutan kepada mereka. Setibanya dirumah aku disambut sama mamah, sementara papah dan adik-adik ku sibuk dengan kegiatan mereka masing.
“ Assalamualaikum “
“ Waalaikumsalam “
“ mamah Karang dah pulang nie “
“ gimana kerjaan mu disana sudah beres semuanya ? “
“ Alhamdulillah sudah selesai semuanya Mah “
“ oh iya ada yang Mamah mau obrolin sama kamu “
“ ngobrolin apa Mah ? “
“ tunggu sebentar ya, mamah ambilin air putih dulu buat kamu “
“ iya Mah terima kasih “
Mamah berajak pergi kedapur sementara aku menaruh bawaan barang-barang ku, seperti biasa aku dan mamah selalu ngobrol diteras belakang rumah
“ Karang ini airnya diminum dulu, waduh mamah tinggal sebentar mau angkat jemuran keliatannya mau ujan nie “
Setelah aku minum air putih pemberian mamah, aku pun ikut membantu mamah mengangkat jemuran, setelah jemuran terangkat semua barulah aku dan mamah duduk kembali diteras belakang rumah
“ begini Karang, sebelumnya mamah mau kamu berjanji sama mamah untuk sabar dn Ikhlas menerima semuanya ini “
“ InsaAllah Karang bisa sabar dan Ikhlas Mah “
“ Alhamdulillah kalo gitu, besok Sifa mau menikah dengan calon yang telah dijodohkan dengannya “
“ terus gimana Mah ? “ tik…tik…tik…tik…tik…tik air hujan pun turun secara perlahan
“ Karang bisa terima dengan keputusan dari Sifa ? “
“ kapan Mah Sifa cerita soal pernikahan dia sama Mamah ? “
“ 3 hari setelah kamu berangkat bertugas keluar kota kemarin, katanya dia sudah cerita dengan kamu soal dia mau dijodohin dengan orang lain “ mendengar perkataan mamah yang baru saja diucapkan otak ku langsung flashback mengingat semuanya kembali. Ternyata malam itu Sifa menceritakan maksud hatinya secara tersamar.
“ kata Sifa, dia mau menerima dan menjalani pernikahan ini dengan syarat cincin perkawinan harus dari kamu, Sifa ingin ketika menikah nanti kamu ada disana sebagai tanda kalau kamu tidak dendam dan bisa terima dengan pernikahan ini “
“ ooo begitu Mah, ya sudah entar malem Karang telfon Sifa deh kalau besok dateng kepernikahan dia “
“ kamu yakin mau bisa terima dengan semuanya ini “
“ InsaAllah Mah “
“ Karang yang sabar ya, tau ngak kenapa mamah kasih nama kamu Karang ? “
“ ngak tau Mah ? “
“ Mamah ingin kamu tegar seperti karang yang ada dilaut, karena pada saat kamu lahir ekonomi mamah dan papah lagi susah banget “
“ Mamah mau Karang bisa menerima dengan sabar dan Ikhlas…jujur aja mendengar Sifa bercerita tentang perjodohan dan pernikahannya hati mamah ikut terasa teriris…Ibu mana yang bisa terima dengan keadaan yang dialami anaknya seperti ini ?...tolong tunjukin sama mamah Karang, ibu yang bisa menerima  dengan semua ini “ air mata bidadari itu terjatuh lagi setelah untuk sekian lama tidak terjatuh. Mamah menangis terakhir kali karena aku berantem waktu disekolah dulu. Semenjak saat itu aku berjanji tidak akan membuat mamah menangis sedih kembali gara-gara aku. Ku dekap dan ku peluk dengan erat tubuh renta itu. Segaja aku tidak menampakkan wajah sedih dan air mata karena aku tidak ingin membuat sedih yang tambah dalam untuk Mamah. Cukup air hujan ini yang mewakili kesedihan dan air mata ku. * kuatkanlah hati ku Ya Rabb, berilah ketenangan hati, kesabaran dan keIkhlasan untuk menerima takdir yang telah Engkau tuliskan dilangit-MU  
“ terus cincinnya kapan mau beli untuk pernikahan Sifa besok ? “ sambil mengusap air matanya
“ Karang udah siapin Mah, kemarin pas Karang lagi tugas disana Karang sempetin mampir ditoko perhiasan untuk memesan sepasang cincin pernikahan…hari itu entah kenapa Karang pengen cincin pernikahan “
“ boleh Mamah liat cincinnya ? “
“ ini cincinnya Karang kantongin dicelana Mah “
“ sederhana dan anggun “ dengan terisak mamah mengucapkannya
“ Karang anak mamah harus sabar dan Ikhlas ya “
“…….”
“ InsaAllah Mah, doain aja karang bisa terima semua-Nya ini Mah “ didekap dan peluknya kembali tubuh tua itu. Sementara mamah berdoa dan meminta sebuah harapan kepada Pengendali Kehidupan. Doa dan harapan apakah yang diminta sama Mamah ?
Akhirnya pembicaraan itu terputus dan diselesaikan karena Adzan Maghrib berkumandang. Hujanpun seakan mengerti dengan keadaan saat itu, perlahan mulai reda dan berganti dengan tetesan-tetesan kecil.
Kehidupan berjalan normal kembali tetapi hati Karang belum bisa tenang dengan obrolan sore tadi. Mamah bisa membaca semuanya itu dari raut muka Karang. Ketika makan malam Karang lebih banyak berdiam diri dan seperti biasanya yang selalu ramai sibungsu yang semenjak tadi menanyakan oleh-oleh kepada Karang dan semuanya itu terselesaikan dengan Karang membuka bingkisan oleh-oleh yang telah dipersiapkan olehnya. Setelah sholat Isya’ Karang berinisiatif untuk menelfon Sifa
“ Assalamualaikum “
“ waalaikumsalam “
“ sayang selamat ya buat pernikahannya besok “
“……”
Terdengar isak tangis dari sambungan telfon disebrang sana
“ kenapa nangis sayang ? aku ngak suka ah…kalo masih nangis telfonnya aku tutup nie ? “
“ ngak nangis ko’ bang…makasih ya bang buat semuanya bang “
“ abang jangan dendam dengan Sifa ya ? “
“ InsaAllah “
“ ko’ gitu bang ? mang mamah ngak certain semuannya ya sama abang ? “
“ jujur tanpa kemunafikan aku denger dari mamah tadi sore aja masih sakit sekali dihati “
“ aku sayang kamu, aku cinta kamu, aku rindu kamu “
“…..”
Terdengar kembali isak tangis itu dan semakin jelas terdengar
“ maafin aku ya bang…ini bukan mau ku…ini semuanya kemauan dari oom, ibu, bapak dan keluarga besar “
“ sekali lagi aku minta maaf ya bang “
“ tapi aku mau besok abang hadir dipernikahan ku dan aku cuman mau pake cincin pernikahan dari abang “
“ iya sayang, cincinnya dah aku siapin “
“ sekarang lagi dimana ? Ko’ keliatannya sepi ? “
“ aku dikamar sendirian bang, sengaja aku minta sama ibu malem ini aku mau sendirian dikamar “
“ ya udah deh istirahat aja sekarang kan besok acara puncaknya, mesti fit dan sehat badan mu sayang “
“ ngak mau bang, aku mau malem ini abang temenin aku tidur melalui telfon ini sampek aku tertidur bang “
“ abang besok dateng kan ? “
“…….”
“ kenapa diem bang ? “
“ iya besok aku dateng, aku dah janji sama mamah untuk dateng terus mungkin mamah dateng sore ma sibungsu “
“ tapi abang datengnya ngak sore bareng mamah kan ? “
“ iya besok pagi-pagi aku dateng tempat sayang pake motornya sibungsu deh biar cepet “
“ makasih ya bang “
“ iya sayang “
“ oh iya sayang, besok-besok aku ngak manggil sayang ya soalnya Sifa kan dah jadi istri orang, mungkin aku panggil Sifa adek “
“ dah sekarang abang ceritain kemaren abang keluar kota ngapain aja “ dan Karang pun mulai menceritakan awal perjalanan sampai ia tiba kembali lagi kerumah. Karang bercerita dengan perasaan yang kacau, emosional yang tak menentu dan dengan suara yang serak. Hitam dan Putih bertarung ingin menguasai diri Karang. Dendam dan Ikhlas tertempur memperebutkan tempat dihati Karang saat ini. * Ya Raab jangan biarkan hati ini dikuasai oleh dendam dan dengki…Ya Rabb sesungguhnya Engkau tempat ku mengadu dan menyandarkan semua Doa, harapan dan cita-cita ku 
“ sayang “
“…….”
“ sayang “
“…….”
“ sayang “ tak ada jawaban dari Sifa yang menandakan Sifa telah terlelap dalam tidurnya. Dan seperti biasanya Karang selelalu kirim SMS singkat sebagai pengantar tidur Sifa
“ Konbanwa Oyasuminasai...Have a Nice Dream “
Setelah mengetahui Sifa tertidur Karang pun merebahkan tubuhnya diatas kasur. Dan sebelum tidur ia berniat untuk melaksanakan Sholat Tengah Malam atau Tahajud. Lima jam kemudian seperti niatnya Karang terbangun dari tidurnya dan mengambil air wudhu dilanjutkan Sholat Tahajud. Dalam doanya tengah malam ini ada doa dan harapan yang ingin cepat sekali dikabulkan oleh Sang Pemilik Takdir. Dan seperti biasanya pula mamah selalu mengecek anak-anak dikamarnya masing-masing. Ketika mamah membuka pintu kamar Karang, mamah melihat Karang sedang menengadahkan tangannya untuk berdoa dan seketika itu pula mamah duduk tersimpuh dan mengAMIENin setiap doa yang dipanjatkan oleh Karang. Setelah selesai Sholat, Karang buru-buru berlari kearah pintu kamarnya karena melihat mamah duduk tersimpuh sambil mengangkat tangannya keatas. Air mata deras terjatuh dipipi mamah. Dipeluk dan papahnya tubuh tua itu. Karang memapah tubuh mamah diatas kasurnya,sementara ia sendiri tidur diatas sajadah bekas ia sholat Tahajud tadi. * Berjuta Malaikat-MU malam itu memohon kepada-MU untuk Engkau kabulkan doa seorang anak Adam yang sedang berjuang untuk hatinya.
Keesokan paginya setelah sholat Subuh Karang mempersiapkan pakaian yang akan dikenakan pada pernikahan Sifa dan tak lupa cincin yang akan diberikannya untuk Sifa. Setelah sarapan Karang berpamitan dengan mamah dan papah untuk berangkat ketempat resepsi pernikahan Sifa. Karang berangkat menggunakan motor sibungsu karena ia tahu kalau ia menggunakan mobil ia tak akan bisa mencapai tempat resepsi pernikahan sesuai jam yang ia janjikan kepada Sifa. Ditengah perjalan ia berhati-hati. Tapi apa yang terjadi, sebuah motor pengendara lain menghantam dengan keras motor yang tungganginya dan helm yang dikenakan terlepas dari kepalannya dan kepala Karang membentur keras pembatas jalan. *Cincin itu tak akan pernah tersematkan dijari manis Sifa, apakah ini semua Takdir yang telah Engkau tuliskan dilangit-MU. Seorang anak Adam yang ingin menunaikan janji kepada ibunya. Maha Suci Engkau Ya Rabb dengan segala Kekuatan dan Kuasa-MU. Kami ini hanya sebagian dari Hamba-MU yang mencari Ridho dan Rahmad-MU dalam mengarungi Dunia-MU yang fana ini.

Chapter I


Harapan Bidadari Kecil
Chapter I

“ Maaf  ya bang keliatannya hubungan kita ngak bisa dilanjutin lagi, aku disuruh oom fokus untuk kuliah dulu lagian dalam Islam ngak ada pacaran. “
Membaca SMS tersebut membuat hari ku kacau balau, planning kerjaan yang telah aku siapkan tadi malam jadi berantakan. Maklum aku telah membuat mimpi yang indah untuk hubungan ku dengannya tapi keliatannya aku harus belajar kembali rasa Ikhlas dan Sabar. Allah cemburu melihat ku lebih cinta mahluk dari pada-NYA. Akhirnya kembali lagi kepada petuah bijak
“ kita hanya bisa berencana dan berusaha tapi keputusan ada ditangan-NYA “

Kejadian tiga hari lalu itu masih saja melintas dikepala ku, aku pun mencari-cari semua jawaban dari pertanyaan ku yang ada didalam hati. Hingga akhirnya aku tersadarkan oleh penjelasan seorang teman yang menjaga kantin sekolah, jawaban dari semua pertanyaan hati ku terjawab dengan tegas sesuai dengan Hukum Islam. Maklum teman ku yang satu ini ilmu agamanya cukup dalam berbeda dengan ku sebagai orang jalanan.
Perlahan-lahan aku coba menerima semua dengan Ikhlas dan Sabar. Hubungan ku dengan pacar ku pun berakhir tapi Silahtuhrohim kami tetap berjalan walau hanya lewat SMS atau telfon, walaupun terkadang didalam hati ini ingin sekali ngobrol dengannya. Tapi sekarang aku fokus dengan kerjaan ku dan dia fokus dengan kuliahnya. Sesekali aku berkunjung kepanti asuhan tempat kami yang sering dulu datangi hanya ingin mengenang masa lalu. Sudah hampir 3 bulan aku tidak berkunjung kesini semenjak aku putus dengan Sifa, dipanti asuhan ini kami ketawa dan bercandaan bareng dengan anak panti karena seringnya kami berkunjung anak-anak panti hapal jadwal coklat batangan yang kami bawa. Dan seperti biasanya aku datang kepanti membawa coklat tetapi dengan seorang diri…
“ kakak ko’ datang sendiri, embak Sifanya mana? “ Tanya Dita salah satu penghuni panti
“ ooo…Embak Sifanya lagi kuliah makanya kakak karang datang sendirian ” sambut Dita dengan lari kecilnya yang sudah hafal sekali dengan suara motor ku
“ tapi ka’ karang dan Embak Sifa baik-baik aja kan? Ngak lagi marahankan? “ celetuk Dita
“……”
Mendengar celetukan Dita membuat sebuah lubang dijantung ku yang mulai rapat karena luka hubungan ini terkuak kembali.
“ Alhamdulillah kakak Karang dan Embak Dita sudah putus…sekarang kakak Karang dan Embak Dita jalan sendiri-sendiri tapi kalo Silahturohim tetap berjalan “
“ ah rumit…Dita ngak ngerti “
“ Dita temen-temen yang lainnya pada kemana nie? Ko’ cuman ada Dita aja “
“ yang lain pada jalan-jalan kepantai sama Ibu Desi ma Pak Budi…Dita ngak ikut soalnya lagi  sakit panas ka’, kata temen-temen yang lain kalo Dita ikut entar malah bikin repot disana “
“ terus dipanti Dita sama sapa? “
“ tuh dikantor ada Bu’ Meri aja “
“ ya udah sekarang Dita masuk kamar lagi aja, kakak mau ketemu dulu dengan Bu’ Meri “
“ tapi Dita digendong dibelakang yaaaa “
“ ok bos “ coklat batangan pun akhirnya aku masukan kedalam tas yang sudah aku pindahkan kedada ku, sementar Dita ada dipunggung belakang ku
“ Assalamualaikum “
“ Waalaikumsalam ”
“ ooo Mas Karang, Embak Sifanya mana mas? Ko’ dateng sendirian biasanya berdua “
“ ka’ Karang , Dita masuk kamar dulu yaaa “
“ ok bos “
“ ok bos melulu sie? ” dengan wajah cemberut
“ terus kakak disuruh jawab apaan dong? ”
“ ya apa gitu…apa siap tuan putri…apa iya cantik…huuh payah “
“ iya deh kalo gitu…iya cantik  entar kalo kakak sudah ngobrol dengan Bu’ Meri, Dita kakak ajak jalan-jalan deh “
“ beneran nie ka’ ? “
“ beneran cantik ”
“ asyik…iya deh kalo gitu Dita mau siap-siap ganti baju dulu “ akhirnya Dita pun pergi dan aku melanjutkan obrolan ku kembali dengan Bu’ Meri, dari obrolan ku dengan Bu’ Meri ku dapat informasi kalo Dita mengalami penyakit kebocoran jantung. Dan dari situ pula aku berjanji akan membuat Dita tetap tersenyum dan bahagia. *Ya Rabb kenapa Dita yang masih putih ingin Engkau panggil untuk menghadap-Mu, kenapa Engkau tidak berikan sakit itu kepada ku saja agar hati ini tidak menghitam karena dendam. Ya Rabb Engkau tahu apa yang terbaik bagi hamba-Mu.
Sesuai waktu yang ku janjikan kepada Dita, aku menunggunya dihalaman parkir. Dita tampak anggun mengenakan busana muslim plus jilbab putih. Terlihat cerah sekali wajahnya,  tetapi kenapa hati ku sedih seakan merasa kehilangan. *pertanda apa ini Ya Rabb, ku memohon kepada-MU dengan segala kerendahan diri untuk Engkau tenangkan hati ku…Amien Ya Robbal Alamin.
Ku pacu sepedah motor ketaman kota biasa tempat aku, Sifa dan Dita menghabiskan waktu sore kami bertiga. Jujur aja Dita sudah aku anggap sebagai adik ku sendiri. Entah kenapa hari ini aku ingin sekali membuat senang Dita
“ ka’ Karang beliin Dita jagung bakar sie? “
“ ok bos permintaan segera dilaksanakan “
“ tuh kan ok bos lagi “
“ iya iya ka’ Karang lupa “
“ terus? “
“ terus apa cantik? “
“ nah gitu dong “
“ ya udah cantik tunggu disini aja dulu, kakak beli jagung bakar dulu yaaa “
Seperti biasanya kalau aku beli jagung bakar Dita bermain mainan yang ada ditaman kota, entah lari-lari, entah memanjat tiang pipa yang melengkung atau bermain ayunan. Dari kejauhan aku hanya memperhatikan setiap gerakannya sembari menunggu jagung bakar matang. Dita melambaikan tangannya untuk mengajak ku menemani ia bermain. Ternyata penafsiran ku salah tentang lambai tangan itu, Dita pun terjatuh ketanah setelah melambaikan tangannya spontan aku berlari menuju kearahnya
“ kakak…dada kiri Dita sakit banget…Dita ngak kuat ka’ “ mendengar perkataanya itu aku pun langsung membopongnya dan membawanya kerumah sakit. Panik dan takut sekali aku melihat keadaan Dita dengan muka pucat pasi dan nafas yang tersengal-sengal. Aku langsung menelfon Bu’ Meri untuk memberitahukan keadaan Dita yang ada dirumah sakit, setelah itu aku coba untuk menelfon Sifa tapi ternyata handphonenya tidak aktif. Terus ku coba berkali-kali untuk menghubungi Sifa tapi tetap saja hasilnya nihil. Ku lihat kecemasan yang teramat sangat diwajah Bu’ Meri, semakin takut aku membayangkan keadaan Dita yang sekarang terbaring diruang ICU.
Tak lama kemudian dokter yang menangani keadaan Dita keluar
“ gimana dokter keadaan Dita? “
“ ibu yang sabar ya, kami pihak dokter dan perawat rumah sakit telah berusaha dengan sekuat tenaga tetapi Tuhan berkehendak lain “
“ jadi sekarang Dita sudah meninggal Dokter? “
Dokter pun menganggukan kepala pertanda Dita telah meninggal, sementara aku hanya terdiam membisu melihat percakapan itu. * Ya Robbi kenapa gadis kecil itu Engkau panggil untuk menghadap-MU, bukankah perjalanan hidupnya masih teramat panjang. Engkau Maha Mengetahui yang terbaik untuk hamba-Mu dan apalah daya kami untuk melawan semua takdir yang telah Engkau tuliskan dilangit-MU.
Setiap hari selama seminggu aku selalu menyempatkan diri untuk mampir sepulang dari kantor untuk berkunjung kepanti asuhan itu hanya untuk mengenang masa indah bersama bidadari kecil yang selalu Ikhlas dalam tersenyum dan bersabar dalam menjalani hari-harinya. Sementara Sifa tak ada kabarnya semenjak meninggalnya Dita, semoga Sifa mengetahui kabar berita ini. Ketika terjaga dari lamunan ku mengenang Dita, tiba-tiba datang Ayu teman sekamar Dita yang usianya 3 tahun lebih tua untuk menyerahkan sebuah surat dan kata Ayu dalam semua tulisan yang ada didalam surat ini Dita yang menulisnya sendiri. Setelah menyerahkan surat itu Ayu pun pergi meninggalkan ku dan aku pun bergegas menuju pulang kerumah.
Malam harinya setelah sholat isya’ ku baca surat Dita yang sore tadi diserahkan Ayu

Untuk kakak Karang sama Embak Sifa
Dita mau cerita ni sama kakak Karang atau sama Embak Sifa. Tadi disekolah Dita disuruh sama Bu’ guru untuk menulis cerita pendek tentang orang-orang yang Dita sayangin, terus Dita tulis aja kalo Dita seneng banget diajak jalan-jalan sore setiap hari minggu  sama kakak Karang dan embak Sifa. Ngak tau yang Dita inget  cuman itu pas disuruh Bu’ guru nulis cerita. Dita seneng banget nulis cerita itu soalnya Dita selalu inget dibeliin jagung bakar, es krim, terus jalan-jalan deh keliling kota bareng kakak Karang ma embak Sifa. Terus Dita pejemin mata Dita bis nulis cerita itu sebelum dikumpul sama Bu’ guru. Kakak Karang tau ngak kenapa Dita mejemin mata? Dita minta sama Allah embak Sifa sama kakak Karang bisa nikah terus entar Dita kan punya adek. Ka’ Karang udahan dulunya Dita mau maen petak umpet sama temen-temen yang lain. Dita sayang Kakak Karang, Dita juga sayang sama Embak Sifa.
Setelah membaca surat yang ditulis oleh Dita hati ku terasa sakit sekali seakan-akan luka itu terbuka kembali. Luka yang selama ini aku coba obati agar hati ini tidak menjadi hitam karena dendam. Ya tapi inilah hidup…pahit, manis, asam, asin semuanya harus ku nikmati dan menyikapi semuanya itu dengan bijak berharap bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari-NYA.